Provinsi Sumatra Utara
Profil
Nama Resmi | : | Provinsi Sumatera Utara |
Ibukota | : | Medan |
Luas Wilayah | : | 72.981,23 Km2 *) |
Jumlah Penduduk | : | 15.074.334 Jiwa *) |
Suku Bangsa | : | Suku Melayu, Karo, Simalungun, Pakpak/dairi, Batak toba, Mandaling, Pesisi(Tapanuli Tengah) Nias dan Jawa. |
Agama | : | Islam, Protestan, Katholik, Budha, Hindu dll. |
Wilayah Administrasi | : | Kab. : 25, Kota :8, Kec. : 414, Kel. : 662, Desa : 5.025 *) |
Lagu Daerah | : | Butet, Lisoi dan Sing-sing so |
Website: | : | http://www.sumutprov.go.id
*) Sumber : Permendagri Nomor 66 Tahun 2011
|
Sejarah
Pada
jaman pemerintahan Belanda, Sumatera Utara merupakan suatu pemerintahan
yang bernama Gouvernement Van Sumatera yang meliputi seluruh Sumatera
yang di kepalai oleh seorang Gubernur berkedudukan di Medan.
Sumatera
Utara terdiri dari daerah-daerah administratif yang dinamakan
keresidenan. Pada Sidang I Komite Nasional Daerah (KND) Provinsi
Sumatera diputuskan untuk dibagi menjadi 3 sub Provinsi yaitu sub
Provinsi Sumatera Utara (yang terdiri dari Keresidenan Aceh, Keresidenan
Sumatera Timur dan Keresidenan Tapanuli), sub Provinsi Sumatera Tengah
dan sub Provinsi Sumatera Selatan.
Melalui
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1948 tanggal 15 April 1948 pemerintah
menetapkan Sumatera menjadi 3 Provinsi yang masing-masing berhak
mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri yaitu Sumatera Utara,
Sumatera Tengah dan Provinsi Sumatera Selatan dan pada tanggal 15
selanjutnya ditetapkan menjadi hari jadi Provinsi Sumatera Utara.
Awal
tahun 1949 diadakan reorganisasi pemerintahan di Sumatera. Dengan
keputusan Pemerintah Darurat RI tanggal 17 Mei 1949 Nomor 22/Pem/PDRI
jabatan Gubernur Sumatera Utara ditiadakan, selanjutnya dengan ketetapan
Pemerintah Darurat RI tanggal 17 Desember 1949 dibentuk Provinsi Aceh
dan Provinsi Tapanuli/Sumatera Timur yang kemudian dengan peraturan
pemerintah pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1950 tanggal 14 Agustus
1950, ketetapan ini dicabut dan kembali dibentuk Provinsi Sumatera
Utara.
Tanggal
7 Desember 1956 diundangkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956 tentang
Pembentukan Daerah Otonom Provinsi Aceh dan perubahan peraturan
pembentukan Provinsi Sumatera Utara yang intinya Provinsi Sumatera Utara
wilayahnya dikurangi dengan bagian-bagian yang terbentuk sebagai Daerah
Otonomi Provinsi Aceh
Kepalan tangan yang diacungkan ke atas dengan menggenggam rantai beserta perisainya, adalah lambang kebulatan tekad perjuangan rakyat Provinsi Sumatera Utara melawan imperialisme, kolonialisme, feodalisme dan komunisme.
Batang bersudut lima, perisai dan rantai, melambangkan kesatuan masyarakat di dalam membela dan mempertahankan Pancasila.Pabrik. pelabuhan, pohon karet, pohon sawit, daun tembakau, ikan. daun padi dan tulisan "SUMATERA UTARA", melambangkan daerah yang indah permai, mashur dengan kekakayaan alamnya yang berlimpah-limpah.
Tujuh belas, kuntum kapas, delapan sudut sarang laba-laba dan empat puluh lima butir padi menggambarkan tanggal, bulan dan tahun kemerdekaan RI.
Tongkat di bawah kepalan tangan, melambangkan watak kebudayaan yang mencerminkan kebesaran bangsa, patriotisme, pencinta dan pembela keadilan.
Bukit barisan yang berpuncak lima, melambangkan tata kemasyarakatan yang berkepribadian luhur, bersemangat persatuan, kegotong-royongan yang dinamis.
Motto Daerah , adalah Tekun Berkarya, Hidup Sejahtera, Mulia Berbudaya.
Nilai Budaya
Susunan
masyarakat Sumatera Utara adalah berdasarkan geneologis teritorial
seperti Batak Toba, Mandailing dan Nias. Sedangkan suku Melayu
berdasarkan teritorial.
Bila
ditinjau dari garis keturunan maka suku Batak dan Nias adalah
patrilinial, sedang suku Melayu adalah parental (keturunan kedua belah
pihak bapak dan ibu).
Pada
masyarakat suku Batak, Nias maupun Melayu ada upacara adat siklus
kehidupan dari lahir, masa dewasa sampai kematian, seperti upacara turun
mandi, pemberian nama, potong rambut, mengasah gigi, perkawinan dan
upacara pemakaman jenazah.
Di
masyarakat Batak dikenal upacara memberi makan oleh anak kepada orang
yang lanjut usia (sulang-sulang). Terdapat juga upacara
penggalian/pemindahan tulang belulang kesuatu tempat atau tugu yang
disebut (mangongkal holi).
Setiap upacara-upacara adat masyarakat Batak selalu disertai dengan pemberian Ulos dan tarian (Manortor).
Falsafah masyarakat Batak
0 komentar: