Tari Gambuh

9:12 PM 0 Comments

Gambuh adalah sebuah drama tari warisan budaya Bali, yang memperoleh pengaruh dan drama tari zaman Jawa-Hindu di Jawa Timur, yang dikenal dengan nama Rakêt Lalaokaran. Drama tari klasik yang lahir di Puri pada masa lampau, masih dilestarikan diberbagai daerah di Bali, yang dulunya merupakan wilayah kekuasaan kerajaan. Rakêt telah mengalami perjalanan sejarah yang panjang, dan baru disebutkan lagi dalam Kidung Warjban Wideya dari abad XVI. Rakêt Lalaokaran yang juga disebut Gambuh Ariar adalah pertunjukan berlakon yang merupakan perpaduan antara Rakêt dengan Gambuh. Gambuh abad XVI ini adalah tarian perang yang merupakan kelanjutan dan Bhata Mapdtra Yuddha, yaitu tarian perang untuk menghibur rakyat Majapahit yang melaksana upacara Shreiddha.
 
 
Penelitian yang mengkaji asal-usul Gambuh  serta pengaruhnya pada dramatari Arja ini, merupakan penelitian kualitatif yang menggunakan pendekatan etnokoreologi, yaitu sistem analisis yang memadukan penelitian tekstual dengan penelitian kontekstual. Kedua drama tari ini memiliki aspek-aspek yang multilapis, sehingga dalam kajiannya akan melibatkan pula metode, teori maupun konsep-konsep disiplin lainnya. Penelitian untuk disertasi ini juga menyajikan pembahasan tekstual secara lebih rinci, yaitu dengan melakukan perbandingan antara Gambuh dengan  Arja dilihat dari unsur-unsur yang membangun kedua drama tari tersebut. Studi banding ini dimaksudkan untuk mengetahui seberapa banyak persamaan yang dimiliki, serta seberapa jauh perbedaan yang ditunjukkan oleh kedua drama tari tersebut.
Terwujudnya Gambuh sebagai dramatari istana yang adiluhung telah memberikan pengaruh yang besar pada kehidupan seni pertunjukan di Bali. Gambuh yang terbentuk di Bali tidak hanya memperkenalkan cerita sebagai lakon yang memunculkan adanya struktur dramatik yang lengkap, akan tetapi memperkenalkan pula koreografi yang rumit dan penampilan yang artistik, untuk hiburan raja dan para bangsawan kerajaan. Bentuk pertunjukan Gambuh memiliki standar kualitas tertentu yang mencirikan Gambuh, yaitu memiliki struktur pertunjukan dan koreografi serta iringan musik yang pasti, perbendaharaan gerak yang lengkap dengan aturan-aturan yang ketat, yang tidak dimiliki oleh Bali sebelumnya. Begitu pula kostum yang digunakan sangat megah, berbeda dengan kostum yang digunakan oleh tarian-tarian sebelumnya yang sangat sederhana. Itulah yang menyebabkan Gambuh  dikatakan sebagai sumber drama tari yang muncul kemudian di Bali.
Salah satu drama tari yang mendapat pengaruh dari Gambuh adalah drama tari opera arja. Arja adalah dramatari opera yang menggunakan tembang dan dialog sebagai media ungkap lakon yang ditampilkan. Dilihat dari bentuk pertunjukkan arja yang sekarang dengan bentuk pertunjukan pada mulanya ketika masih disebut dadap, tampak perbedaan yang sangat mencolok. Hal ini menunjukkan perbedaan dramatari opera arja seperti sekarang ini telah melalui suatu proses transformasi dengan rentangan waktu yang sangat lama. Dramatari arja yang muncul dikalangan masyarakat jelata sebagai sebuah pertunjukan yang sederhana pada mulanya, telah berubah secara bertahap menjadi bentuk seni pertunjukan yang memiliki unsur-unsur pokok Gambuh dalam bentuk yang lebih menarik.
Gambuh yang muncul sebagai drama tari istana telah berkembang sesuai dengan kehidupan masyarakat Bali yang religius. Ditemukannya lontar Dharma Pagambuhan dalam penelitian ini, menunjukan hubungan yang erat antara seni pertunjukan dengan kehidupan ritual keagamaannya. Lontar Dharma Pagambuhan merupakan lontar tuntunan spiritual untuk dramatari Gambuh, yang berisi pertunjukan berupa mantra-mantra yang harus diketahui oleh penari maupun Penabuh Gambuh. Lontar ini juga memuat jenis-jenis sesajen yang harus dipersembahkan ketika melakukan pementasan Gambuh. Digunakannya jenis-jenis sesajen yang dimuat dalam Dharma Pagambuhan oleh genre seni pertunjukan lainnya di Bali merupakan pertunjukan pula, bahwa Gambuh adalah sumber drama tari Bali yang tercipta kemudian.
Penelitian ini telah menunjukkan bahwa Gambuh memang berasal dari zaman Jawa-Hindu di Jawa Timur, yang telah mengalami perubahan dan perkembangan di Bali. Kehadiran Gambuh tepat pada saat bali sedang mengalami kebangkitan kembali dalam bidang seni, yaitu pada zaman pemerintahan Dalem Waturenggong (1460-1550). Gambuh yang memiliki elemen-elemen dramatari yang sangat lengkap, telah menjadikannya lengkap, telah menjadikannya sumber, yang kemudian mempengaruhi bentuk-bentuk seni pertunjukan yang lahir kemudian. Arja merupakan transformasi Gambuh ke dalam bentuk pertunjukan yang memiliki nuansa baru serta karakter yang berbeda dengan sumbernya. Arja memiliki unsur-unsur pokok Gambuh dalam bentuk yang lebih menarik, dalam arti sesuai dengan jiwa zamannya. Semua itu berkat peran para penari Gambuh yang terlibat dalam pembentukannya, termasuk peran istana yang telah membangun arja sebagai arja due purl (arja milik istana), yang juga turut memberikan pengaruh dan dampak yang menguntungkan dalam dunia seni pertunjukan di Bali. Tari gambuh biasanya dipentaskan pada saat Hari Raya Galungan dalam rangka mengiringi serangkaian upacara pada Hari Raya Galungan tersebut selain itu juga dipergunakan pada saat orang setempat melaksanakan acara pernikahan, selain itu juga banyak dicari atau diundang oleh desa tetangga dalam rangka mengiringi upacara yadnya juga, orang setempat menyebutnya Nunas Tirta Gambuh. Pada hari Raya Galungan, Tari Gambuh ini dipentaskan pada sore atau malam hari H. Tokoh - tokoh dalam tari Gambuh tersebut lumayan banyak juga. Awalnya tari Gambuh ini dimulai dengan mementaskan 2 penari dengan tokoh "Condong dan Galuh" biasanya disebut Salah satu keunikan Gambuh adalah pada bentuknya, yang merupakan gabungan antara tari Jawa dan tari Bali, dimana Gambuh memasukkan cerita dalam tarian Bali karena tarian Bali pada zaman Pra-Hindu tidak memiliki cerita. Dalam perkembangannya, Gambuh yang semula hanya mengambil cerita Panji kemudian dapat menampung berbagai cerita klasik yang sesuai dengan struktur dramatikanya.
KESIMPULAN
Tari Gambuh adalah tarian drama tari Bali yang dianggap paling tinggi mutunya dan merupakan drama tari klasik Bali yang paling kaya akan gerak-gerak tari sehingga sebagai sumber segala jenis tari klasik Bali. Diperkirakan Gambuh ini muncul sekitar abad ke-15 yang lakonnya bersumber pada cerita Panji. Gambuh berbentuk total theater karena dikarena di dalamnya terdapat jalinan unsur seni suara, seni drama dan tari, seni rupa, seni sastra, dan lainnya. Pementasanya dalam upacara-upacara Dewa Yadnya seperti odalan, upacara Manusa Yadnya seperti perkawinan keluarga bangsawan, upacara Pitra Yadnya (ngaben) dan lainya sebagainya. Diiringi dengan gamelan Penggambuhan yang berlaras pelog Saih Pitu. Tokoh-tokoh yang biasa ditampilkan adalah Condong, Kakan-kakan, Putri, Arya atau Kadean-kadean, Panji (Patih Manis), Prabangsa (Patih Keras), Demang, Temenggung, Turas, Panasar dan Prabu. Dalam memainkantokoh-tokoh tersebut semua penari berdialog, umumnya bahasa Kawi, kecuali tokoh Turas,  Panasar dan Condong yang berbahasa Bali, baik halus, madya dan kasar.
        Gambuh yang masih aktif hingga kini terdapat di desa:
·         Batuan  (Ginayar)
·         Padang Aji dan budakeling (Karangasem)
·         Pedungan (Denpasar)
·         Apit Yeh (Tabanan)
·         Anturan dan Naga Sepeha (Buleleng)


4tmaj4.wordpress.com

Unknown

Some say he’s half man half fish, others say he’s more of a seventy/thirty split. Either way he’s a fishy bastard.

0 komentar: