Senin, 24 November 2014

Provinsi Sumatra Utara

Profil

 

Nama Resmi : Provinsi Sumatera Utara
Ibukota : Medan
Luas Wilayah : 72.981,23 Km2 *)
Jumlah Penduduk : 15.074.334 Jiwa *)
Suku Bangsa : Suku Melayu, Karo, Simalungun, Pakpak/dairi, Batak toba, Mandaling, Pesisi(Tapanuli Tengah) Nias dan Jawa.
Agama : Islam, Protestan, Katholik, Budha, Hindu dll.
Wilayah Administrasi : Kab. : 25, Kota :8, Kec. : 414, Kel. : 662, Desa : 5.025 *)
Lagu Daerah : Butet, Lisoi dan Sing-sing so
Website: : http://www.sumutprov.go.id
*) Sumber : Permendagri Nomor 66 Tahun 2011

Sejarah

Pada jaman pemerintahan Belanda, Sumatera Utara merupakan suatu pemerintahan yang bernama Gouvernement Van Sumatera yang meliputi seluruh Sumatera yang di kepalai oleh seorang Gubernur berkedudukan di Medan.
Sumatera Utara terdiri dari daerah-daerah administratif yang dinamakan keresidenan. Pada Sidang I Komite Nasional Daerah (KND) Provinsi Sumatera diputuskan untuk dibagi menjadi 3 sub Provinsi yaitu sub Provinsi Sumatera Utara (yang terdiri dari Keresidenan Aceh, Keresidenan Sumatera Timur dan Keresidenan Tapanuli), sub Provinsi Sumatera Tengah dan sub Provinsi Sumatera Selatan.
Melalui Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1948 tanggal 15 April 1948 pemerintah menetapkan Sumatera menjadi 3 Provinsi yang masing-masing berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri yaitu Sumatera Utara, Sumatera Tengah dan Provinsi Sumatera Selatan dan pada tanggal 15 selanjutnya ditetapkan menjadi hari jadi Provinsi Sumatera Utara.
Awal tahun 1949 diadakan reorganisasi pemerintahan di Sumatera. Dengan keputusan Pemerintah Darurat RI tanggal 17 Mei 1949 Nomor 22/Pem/PDRI jabatan Gubernur Sumatera Utara ditiadakan, selanjutnya dengan ketetapan Pemerintah Darurat RI tanggal 17 Desember 1949 dibentuk Provinsi Aceh dan Provinsi Tapanuli/Sumatera Timur yang kemudian dengan peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1950 tanggal 14 Agustus 1950, ketetapan ini dicabut dan kembali dibentuk Provinsi Sumatera Utara.
Tanggal 7 Desember 1956 diundangkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Provinsi Aceh dan perubahan peraturan pembentukan Provinsi Sumatera Utara yang intinya Provinsi Sumatera Utara wilayahnya dikurangi dengan bagian-bagian yang terbentuk sebagai Daerah Otonomi Provinsi Aceh

Arti Logo

 
Kepalan tangan yang diacungkan ke atas dengan menggenggam rantai beserta perisainya, adalah lambang kebulatan tekad perjuangan rakyat Provinsi  Sumatera Utara melawan imperialisme, kolonialisme, feodalisme dan komunisme.
Batang bersudut lima, perisai dan rantai, melambangkan kesatuan masyarakat di dalam membela dan mempertahankan Pancasila.
Pabrik. pelabuhan, pohon karet, pohon sawit, daun tembakau, ikan. daun padi dan tulisan "SUMATERA UTARA", melambangkan daerah yang indah permai, mashur dengan kekakayaan alamnya yang berlimpah-limpah.
Tujuh belas, kuntum kapas, delapan sudut sarang laba-laba dan empat puluh lima butir padi menggambarkan tanggal, bulan dan tahun kemerdekaan RI.
Tongkat di bawah kepalan tangan,  melambangkan watak kebudayaan yang mencerminkan kebesaran bangsa, patriotisme, pencinta dan pembela keadilan.
Bukit barisan yang berpuncak lima, melambangkan tata kemasyarakatan yang berkepribadian luhur, bersemangat persatuan, kegotong-royongan yang dinamis.
Motto Daerah , adalah Tekun Berkarya, Hidup Sejahtera, Mulia Berbudaya. 


Nilai Budaya

Susunan masyarakat Sumatera Utara adalah berdasarkan geneologis teritorial seperti Batak Toba, Mandailing dan Nias. Sedangkan suku Melayu berdasarkan teritorial.
Bila ditinjau dari garis keturunan maka suku Batak dan Nias adalah patrilinial, sedang suku Melayu adalah parental (keturunan kedua belah pihak bapak dan ibu).
Pada masyarakat suku Batak, Nias maupun Melayu ada upacara adat siklus kehidupan dari lahir, masa dewasa sampai kematian, seperti upacara turun mandi, pemberian nama, potong rambut, mengasah gigi, perkawinan dan upacara pemakaman jenazah.
Di masyarakat Batak dikenal upacara memberi makan oleh anak kepada orang yang lanjut usia (sulang-sulang). Terdapat juga upacara penggalian/pemindahan tulang belulang kesuatu tempat atau tugu yang disebut (mangongkal holi).
Setiap upacara-upacara adat masyarakat Batak selalu disertai dengan pemberian Ulos dan tarian (Manortor).


Falsafah masyarakat Batak

Dalihan Natolu sebagai hukum adat Batak yang mempunyai arti  tumpuan yang tiga yang dimaknai sebagai kebersamaan yang cukup adil dalam kehidupan masyarakat Batak.
Dalihan Natolu meliputi :
-        Dongan Sabutuha (saudara semarga).
-        Hula-hula (ipar, baik adik atau kakak laki-laki dari istri).
-        Boru (keluarga dari pihak laki-laki).   



Sumber : kemendagri.go.id 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar