Provinsi Bali
Profil
Nama Resmi | : | Provinsi Bali |
Ibukota | : | Denpasar |
Luas Wilayah | : | 5.780,06 Km2 *) |
Jumlah Penduduk | : | 4.028.792 Jiwa *) |
Suku Bangsa | : | Bali |
Agama | : | Islam : 5,2 %, Kristen : 0,8 %, Budha : 0,57 %,Hindu : 93,3 % |
Wilayah Administrasi | : | Kab.: 8, Kota : 1, Kec.: 57, Kel.: 80, Desa : 634 *) |
Lagu Daerah | : | Janger |
Website | : | http://www.baliprov.go.id
*) Sumber : Permendagri Nomor 66 Tahun 2011
|
Sejarah
Pada permulaannya yang datang di Bali adalah
tentara dari kesatuan angkatan darat Jepang (Rikugua) yang tampaknya
lebih kejam, bengis dengan pedang selalu ditangan, kemudian setelah
pemerintahan sipil mulai disusun, yang mengambil peranan adalah tentara
angkatan laut yang disebut kaigen. Pemerintahan sipil ini disebut
Menseibu dengan kepalanya Menseibu Chookan berpusat di Singaraja.
Sistem militer yang diterapkan disini menyebabkan pemerintah bersifat militer fasis. Pusat kekuatan militer untuk seluruh Sunda Kecil berada di kota Denpasar dengan kepala militer tertinggi disebut Sirei.
Dalam hal ini walaupun bentuknya adalah pemerintahan sipil, namun selalu berada dibawah pengawasan militer. Setelah pemerintahan sipil dapat diwujudkan aksi propaganda oleh pemerintah Jepang semakin giat dilakukan. Dalam hal ini dibentuk semacam barisan propaganda yang disebut Sendenbu Sedenka.
Pada
tanggal 15 Agustus 1943, dibentuk semacam Dewan Perwakilan Rakyat
(Chuoa Sangai In) untuk seluruh Indonesia namun khusus di Bali dibentuk
pula badan-badan yang disebut Syu Kaigi, dan para anggotanya disebut Syu
Kaigi In serta bukan terpusat di Singaraja.
Bintang persegi lima melambangkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Candi Pahlawan Margarana melambangkan Jiwa Kepahlawanan rakyat Bali.
Candi Bentai melambangkan keagungan.
Rantai melambangkan Persatuan.
Kipas melambangkan Kebudayaan Bali.
Bunga Teratai melambangkan Singgasana Cina.
Padi Kapas melambangkan kemakmuran.
Nilai Budaya
Hampir
sebagian besar kehidupan masyarakat Bali diwarnai dengan berbagai
upacara adat, sehingga dapat dikatakan kehidupan spiritual masyarakat
Bali tidak dapat dilepaskan dari berbagai upacara ritual.
Upacara-upacara diselenggarakan ada yang bersifat kadangkala, namun ada
pula yang dilaksanakan setiap hari.
Oleh sebab itu di Bali dapat terlihat dibeberapa tempat terdapat sajian-sajian bekas upacara yang mungkin hanya dilaksanakan secara kecil-kecil saja.
Upacara-upacara besar yang diselenggarakan masyarakat pada umumnya sebagai berikut :
Upacara penyambutan kelahiran,
dimulai dengan upacara Maralekat yaitu pemotongan ari-ari yang disebut
kepus pingsit dan dihubungkan dengan upacara melepas hewan yang
menerangkan upacara 12 hari setelah bayi berusia tiga bulan.
Untuk
golongan bangsawan tahapan upacaranya antara lain : Napak Race, Wawa
Mijil, Kepus Udel dan Ninglepas Awon. Sedangkan untuk golongan Bali Aga
istilahnya adalah, Tapakan, Kapus Sawen dan Nela Balanu yang ditambah
dengan upacara Ngetus Jambat (cukur rambut).
Upacara turun tanah, pada
upacara ini pertama kali agar anak mengenal watak dengan agama dan
tradisi hidup. Pada hari itu anak tersebut diberi nama dan diberkahi
serta boleh menginjak tanah, sebagian symbol dari dewa-dewa yaitu
Brahma, Wisnu dan Sywa.
Upacara potong gigi
Upacara
ini berlangsung bagi setiap perempuan yang menjelang dewasa, sebagai
tradisi lama yang menggambarkan agar seorang perempuan tidak mirip
dengan Leak (yang selalu menonjolkan giginya), walaupun pelaksanaannya
secara simbolik.
Upacara pernikahan
Dalam tata pernikahan orang Bali mempunyai batasan dengan kastanya, akan tetapi saat ini terdapat adanya pernikahan antar kasta yang berbeda. Misalnya : apabila seorang wanita dari kasta Sudra menikah dengan kasta Kesatrya, maka dia tidak disapa orang lagi dengan langsung menyebut namanya seperti Putu atau Made melainkan harus dipanggil Jero. Apabila terjadi sebaliknya maka wanita tersebut kehilangan gelar kekastaannya.
Upacara kematian
Dalam hal kematian khususnya Bali ada jenazah orang yang meninggal tidak dikuburkan kedalam tanah, melainkan hanya diletakkan diatas tanah pada tempat yang dianggap sebagai kuburan sampai tinggal tulang belulangnya seperti di Trunyam.
Bagi diletakkan diatas tanah tetapi dibakar yang disebut upacara Ngaben. Digambarkan bahwa apabila seorang yang meninggal dibakar maka akan meringankan rohnya untuk masuk ke alam lain.
Mayat yang akan dibakar ditempatkan dalam suatu peti mati yang berbentuk sapi atau garuda.
Peti mati berbentuk sapi tersebut berwarna khusus menurut kastanya. Putih untuk Brahmana, Hitam untuk kasta lain.
Ngerajenga Agama Budaya Adat Istiadat Jagat Lan Sedaging Jagat Rauhin Kepungkur Wekas,
yang artinya masyarakat Bali senantiasa menjaga keajegan/kerukunan
agama, adat istiadat bangsa dan negara dari dulu, kini dan yang akan
datang.
Harapan masyarakat Bali bagi pemimpinya : Sekadi Prabu Weru Kewicaksana Kadi Singa Kakatakur, Boye Sekadi Sang Mong Kroda, yang artinya seorang pemimpin harus bersifat adil dan mampu menjaga lingkungannya.
Tri Hita Karana, dimana
mengandung makna hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesama
manusia dan hubungan manusia dengan lingkungannya, dan disamping itu
pula dalam kehidupan bermasyarakat terdapat nilai atau pandangan Menyame Beraye (hubungan
sosial masyarakat) yang menganggap bahwa siapapun yang ada dilingkungan
masyarakat dianggap sebagai saudara termasuk pendatang dari luar Bali.
Sumber :http://www.kemendagri.go.id
0 komentar: